Kamis, 13 Maret 2008

Kejujuran itu Lebih Manis Rasanya

Suatu hari, seorang murid mendapat

giliran piket membersihkan kelas. Pagi-
pagi ketika semua temannya belum tiba
di sekolah, dia sudah berada di dalam
kelas untuk melaksanakan tugasnya.
Ketika sedang menyapu di dalam kelas
itulah dia tidak sengaja menyenggol
vas bunga di meja gurunya hingga vas
itu jatuh ke lantai dan pecah
berantakan. Karena takut dimarahi oleh
gurunya, anak tersebut cepat-cepat
membersihkan pecahan-pecahan vas lalu
membuang dan menyembunyikannya ke
dalam tong sampah di belakang sekolah.

Saat jam pelajaran dimulai, guru yang
bersangkutan pun datang. Guru itu pun
kaget menemukan mejanya yang kosong.
Satu per satu anak-anak didiknya
ditanya. Tapi tentu saja, tidak ada
seorang pun yang mengakui di mana
keberadaan vas bunga kesayangan guru
tersebut. Hanya seorang anak saja,
yang piket hari itu, yang mengetahui
semuanya, tapi dia pun tidak mau terus
terang karena takut dimarahi dan
diberi hukuman oleh gurunya.

Berhari-hari anak tersebut
menyembunyikan rahasianya. Dia menjadi
sering gugup di depan gurunya, bahkan
tidak bisa berkonsentrasi saat
pelajaran di dalam kelas. Rasa
bersalah terus mendera hatinya. Kalau
malam tiba, dia menjadi tidak nyenyak
tidur, makan pun dia menjadi tidak
berselera. Hingga pada akhirnya anak
itu pun memutuskan untuk berterus
terang kepada gurunya.

Apa yang terjadi ketika anak itu terus
terang? Guru itu memang kecewa dengan
pengakuan terlambat dari sang anak.
Guru itu memarahi muridnya tentu saja,
lalu dihukum berdiri di luar kelas
satu hari penuh. Namun ternyata anak
itu menjalani hukumannya dengan
perasaan lega. Sejak hukuman itu, dia
bisa nyenyak tidur dan bisa menikmati
makan dengan enak. Dia merasakan
sebuah beban yang sangat berat yang
berhari-hari menghimpit dadanya sudah
hilang.

Ternyata, kejujuran itu lebih manis
rasanya. Jika kita melakukan sebuah
kesalahan yang menuntut untuk
dikatakan, maka kejujuran adalah yang
terbaik. Jangan takut dengan hukuman,
karena itu memang sudah menjadi
konsekuensi dari setiap kesalahan yang
kita perbuat. Jalani saja, dan nikmati
proses pendewasaan diri dari setiap
kesalahan dan hukuman tersebut. Karena
hidup memang penuh dengan aral
melintang, semak belukar, dan
kesalahan-kesalahan kecil atau besar
yang kelak akan menjadi pelajaran
sangat berharga bagi diri kita.

Rabu, 12 Maret 2008

Hidup Adalah Surga

Hidup adalah kumpulan hari, bulan, dan tahun yang berputar tanpa pernah kembali lagi. Setiap hari umur bertambah, usia berkurang. Hal itu berarti kematian kian dekat. Semestinya kita kian arif dan bijak menjalaninya, tetap dalam kesalehan, bertambah kuat akidah, semakin khusyuk dalam beribadah, dan mulia akhlak. Pada puncak kebaikan itu lalu kita wafat, itulah husnul khatimah.

Kehidupan jasad hanyalah sementara di dunia. Sedangkan kehidupan roh mengalami lima fase, yaitu: arwah, rahim, dunia, barzah, dan akhirat. Berarti hidup di dunia hanya terminal pemberhentian menuju akhirat. Allah SWT mengingatkan, ''Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.'' (QS: Al-A'laa [87]: 17). Rasulullah saw menggambarkan bahwa hidup ini tak ubahnya seorang musafir yang berteduh sesaat di bawah pohon yang rindang untuk menempuh perjalanan tanpa batas. Karena itu, bekal perjalanan mesti disiapkan semaksimal mungkin. Sebaik-baik bekal adalah takwa (QS Albaqarah [2]: 197).

Orang bertakwa adalah orang yang sangat cerdas. Ia tidak mau terjebak pada ''keenakan'' sesaat, tetapi menderita berkepanjangan. Karenanya, ia mengolah hidup yang sesaat ini menjadi berarti untuk kehidupan panjang tanpa akhir nanti. ''Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.'' (QS Al-Ankabuut [29]: 64).

Hidup ini di bawah tatapan dan aturan Allah. Segalanya digulirkan dan digilirkan: hidup, lalu mati; kecil, akhirnya membesar; muda, lama-lama tua; dan muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Semua fana. Tetapi, di tengah kefanaan itu, umat Rasulullah yang paling sukses --sebagaimana dijelaskan dalam hadis --adalah yang paling banyak mengingat mati, lalu mempersiapkan hidup setelah mati.

Akhirnya, orang-orang cerdas akan tahu, sadar, dan yakin bahwa hidup bukan untuk mati, tetapi mati itulah untuk hidup. Hidup bukan untuk hidup, tetapi untuk Yang Mahahidup. Karenanya, jangan takut mati, jangan cari mati, jangan lupa mati, dan rindukanlah mati. Mengapa? Karena, kematian adalah pintu berjumpa dengan-Nya -- perjumpaan terindah antara kekasih dengan Kekasihnya.

Subhanallaah, ternyata hidup ini surga, saudaraku.

-:Sarikata.com:-

Kita Seperti Benih Kecil

Jangan pernah merasa malu dengan
segala keterbatasan. Jangan merasa
sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena
Allah, menciptakan kita penuh dengan
keistimewaan. Dan karena Allah, memang
menyiapkan kita menjadi mahluk dengan
berbagai kelebihan.
Seperti benih pohon menyimpan
segalanya. Benih menyimpan batang yang
kokoh, dahan yang rindang, daun yang
lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan
untuk menjadi sebesar pohon ini, ia
hanya membutuhkan angin, air, dan
cahaya matahari yang cukup. Namun
jangan lupakan waktu yang membuatnya
terus tumbuh. Pada mereka semualah
benih ini berterima kasih, karena
telah melatihnya menjadi mahluk yang
sabar.

Pandanglah pohon besar. Tahukah kita,
batangnya yang kokoh, dulu berasal
dari benih yang kecil. Dahan, ranting,
dan daunnya, juga berasal dari benih.
Akar-akarnya yang tampak menonjol,
juga dari benih kecil. Dan kalau kita
menggali tanah, ketahuilah, sulur-
sulur akarnya yang menerobos tanah,
juga berasal dari tempat yang sama.

Mungkin suatu ketika, kita pernah
merasa kecil, tak mampu, tak berdaya
dengan segala persoalan hidup. Kita
mungkin sering bertanya-tanya, kapan
kita menjadi besar, dan mampu
menggapai semua impian, harapan, dan
keinginan yang ada dalam dada. Kita
juga bisa jadi sering membayangkan,
bilakah saatnya berhasil? Kapankah
saat itu akan datang?

Sahabat, kita adalah layaknya benih
kecil. Benih yang menyimpan semua
kekuatan dari batang yang kokoh, dahan
yang kuat, serta daun-daun yang lebar.
Dalam benih itu pula akar-akar yang
keras dan menghujam itu berasal.
Namun, akankah Allah membiarkan benih
itu tumbuh besar, tanpa alpa dengan
bantuan tiupan angin, derasnya air
hujan, dan teriknya sinar matahari?

Begitu pun kita, akankah Allah
membiarkan kita besar, berhasil, dan
sukses, tanpa pernah merasakan ujian
dan cobaan? Akankah Allah lupa
mengingatkan kita dengan hembusan
angin "masalah", derasnya air "ujian",
serta teriknya matahari "persoalan"?
Tidak, sahabat. Karena Allah Mahatahu,
bahwa setiap hambaNya akan menemukan
jalan keberhasilan, maka Allah akan
tak pernah lupa dengan itu semua.

Jangan pernah berkecil hati. Semua
keberhasilan dan kesuksesan itu telah
ada dalam diri kita

Al-quran menjawab pertanyaan manusia

~ Manusia Bertanya : Kenapa aku diuji ?

Qur'an Menjawab : Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka
tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut :2).

Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(Al-Ankabuut : 3)

~ Manusia Bertanya : Kenapa aku tidak
diuji saja dengan hal-hal yang baik ?
Qur'an Menjawab : boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

~ Manusia Bertanya : Kenapa aku diberi
ujian seberat ini?
Qur'an Menjawab : Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. (Al-Baqarah : 286)

~ Manusia Bertanya : Bolehkah aku frustrasi ?
Qur'an Menjawab : Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula)
kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman. (Ali Imraan : 139)

~ Manusia Bertanya : Bolehkah aku berputus asa ?
Qur'an Menjawab : ..dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.
(Yusuf : 87)

~ Manusia Bertanya : Bagaimana cara
menghadapi ujian hidup ini?
Qur'an Menjawab : Hai orang-orang yang
beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga
(di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah
kepada Allah supaya kamu beruntung. (Ali
Imraan : 200) Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu'. (Al-Baqarah : 45)

~ Manusia Bertanya : Bagaimana menguatkan hatiku?
Qur'an Menjawab :..Cukuplah Allah
bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia.
Hanya kepada-Nya aku bertawakal..
(At-Taubah : 129)

~ Manusia Bertanya : Apa yang kudapat dari semua ujian ini?
Qur'an Menjawab : Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mu'min,
diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka.. (At-Taubah : 111)


Sabda Nabi Saw "sampaikan dariku walau
hanya satu ayat"

Si Pemilik Roti

Diriwayatkan dari Abu Burdah, ia
bercerita, "Menjelang wafatnya Abu
Musa berpesan, 'Wahai anakku, ingatlah
tentang kisah si pemilik roti'.

Dikisahkan ada seorang laki-­laki yang
beribadah dalam padepokannya selama 70
tahun, tidak pernah turun (beranjak),
kecuali satu hari saja. Ketika itu ada
setan yang datang menyerupai seorang
perempuan. Kemudian, ahli ibadah ini
hidup bersama perempuan tersebut
selama 7 hari 7 malam.

Setelah itu terbukalah tabirnya, dia
pun keluar dan ber­taubat. Setiap kali
dia melangkahkan kaki untuk melakukan
sesuatu, ia selalu shalat dan
bersujud.

Suatu malam ia berlindung ke sebuah
toko, di sana terdapat 12 orang
miskin. Karena merasa sangat
lelah, ,akhirnya ber­istirahat di sela-
sela antara dua orang lelaki miskin.

Tiba-tiba seorang rahib datang, dia
diutus mendatangi orang-orang miskin
ini setiap malam dengan membawa roti
yang banyak, lalu memberikannya ke
setiap orang di antara mereka itu satu
roti besar. Rahib itu melewati laki-
laki yang bertaubat tersebut, mengira
bahwasanya dia juga orang miskin.
Akhirnya dia pun memberinya satu roti
besar pula.

Ada satu orang miskin yang belum
kebagian roti, lalu bertanya kepada
rahib, 'Mengapa Anda tidak memberi aku
roti?' Rahib yang membagikan roti itu
menjawab, 'Sungguh malam ini aku tidak
memberimu sesuatu apa pun'.

Laki-laki yang bertaubat itu
memperhatikan roti yang dipe­gangnya,
lalu memberikannya kepada si miskin
yang tidak kebagian dan sangat
membutuhkan karena lapar dan lelah.

Keesokan harinya, laki-laki bertaubat
itu meninggal ....

Kemudian, ibadahnya selama 70 tahun
ditimbang dengan kemaksiatannya selama
7 malam. Ternyata lebih berat
keburukan­nya yang 7 malam. Dan
kebaikannya memberi sepotong roti
ditimbang dengan kemaksiatannya selama
7 malam, dan lebih berat kebaikannya
memberi roti.

Abu Musa berkata, 'Wahai anakku, ingat-
ingatlah kisah si pemberi roti itu'."

Demikianlah, sesungguhnya sedekah itu
dapat meredam­kan murka Allah. Oleh
karena itu, bersegeralah untuk
menginfak­kan harta kita di jalan
Allah. Sadarilah bahwa dunia ini fana,
tetapi segala sesualu yang kita
sedekahkan akan kekal di sisi Allah
Ta'ala. Suatu saat nanti, kita pasti
akan memetiknya di sana, kita akan
merasa puas dengan apa yang telah kita
berikan. Akan tetapi, jika kita pelit,
takut akan menjadi fakir dan
kekurangan, lalu kita mengumpulkan
harta tersebut karena tamak dan
bakhil, maka kita akan menyesal dan
celaka.
Senin, 03 Maret 2008

Bekerjalah untuk Allah

Suatu ketika, ada seorang lelaki yang

amat miskin. Dia bawa sekop dan kapak
menuju ke suatu pasar untuk mencari
kerja. Sedemikian miskinnya, sampai
tidak ada apa pun di rumahnya. Dia
duduk di pasar, menunggu seseorang
datang untuk memberi pekerjaan. Dia
menunggu dan menunggu. Tak seorang pun
memanggilnya sampai dia putus harapan
dan berjalan menuju sebuah masjid
ketika hari sudah sore. Katanya, "Jika
tak seorang pun memberi pekerjaan
padaku hari ini, aku akan bekerja
untukMu, ya Allah."

Ketika dia pulang ke rumah, istrinya
bertanya, "Suamiku, apakah engkau
membawa sesuatu untuk anak kita?" Dia
pun menjawab, "Hmm... Aku baru saja
bekerja pada Majikan yang kaya raya
dan Dia menyuruhku datang kembali
besok karena masih banyak pekerjaan
untuk diselesaikan."

Mereka amat sabar dan menyuruh anak-
anaknya tidur walaupun tanpa diberi
makanan. Mereka mampu menjalani
kesulitan itu.

Keesokan harinya, laki-laki itu pergi
lagi ke pasar, namun tetap tak seorang
pun menawarinya bekerja sampai
menjelang sore. Dia ambil wudhu dan
kembali masuk ke masjid untuk shalat.
Setelah shalat, dia berkata, "Ya
Tuhanku, tak seorang pun menawariku
bekerja, maka aku di sini demi Engkau
saja."

Ketika pulang ke rumah, istrinya
sangat berharap suaminya membawa
makanan, namun dia mengatakan hal yang
sama bahwa keesokan hari majikan masih
memanggilnya bekerja.

Pada hari ketiga saat orang itu pergi
ke pasar, hal yang sama terulang
kembali. Di masjid dia berdo'a, "Ya
Tuhanku, tak ada yang memberiku
pekerjaan. Aku datang padaMu, maka
terimalah pekerjaanku!" Lalu dia
bungkus garam pada sapu tangannya agar
dikira pulang membawa hasil.

Saat memasuki rumah, dilihatnya anak
dan istrinya sedang bergembira
menyambutnya. Dia sembunyikan buntalan
sapu tangan itu di belakang pintu dan
bertanya apa gerangan yang terjadi
karena dia mencium bau masakan yang
harum.

"Suamiku, begitu engkau pergi,
seseorang datang dan mengetuk pintu.
Dia mengantarkan piring yang tertutup
yang isinya adalah makanan dan masih
ada hadiah-hadiah lain, semuanya
terbuat dari emas. Dia katakan ini
adalah pembayaran dari hasil kerjamu.
Aku hanya mengambil satu koin emas,
dengan koin itu seekor keledai dapat
membawa seluruh barang-barang
kebutuhan yang aku beli dari pasar."

Laki-laki itu bersyukur pada Allah.
Lalu istrinya bertanya, "Apa yang tadi
engkau bawa?" Karena ingin sekali
melihatnya, diambilnya buntalan garam
itu, namun buntalan itu menjadi berat,
ketika dibuka ternyata isinya penuh
dengan emas.

Al-Qur'an sebagai Pembela di Hari Akhirat

Abu Umamah r.a. berkata : "Rasulullah

S.A.W telah menganjurkan supaya kami
semua mempelajari Al-Qur'an, setelah
itu Rasulullah S.A.W memberitahu
tentang kelebihan Al-Qur'an." Telah
bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah
kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti
dia akan datang kepada ahli-ahlinya,
yang mana di kala itu orang sangat
memerlukannya."
Ia akan datang dalam bentuk seindah-
indahnya dan ia bertanya, " Kenalkah
kamu kepadaku?" Maka orang yang pernah
membaca akan menjawab : "Siapakah
kamu?"

Maka berkata Al-Qur'an : "Akulah yang
kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga
telah bangun malam untukku dan kamu
juga pernah membacaku di waktu siang
hari."
Kemudian berkata orang yang pernah
membaca Al-Qur'an itu : "Adakah kamu
Al-Qur'an?" Lalu Al-Qur'an mengakui
dan menuntun orang yang pernah membaca
mengadap Allah S.W.T. Lalu orang itu
diberi kerajaan di tangan kanan dan
kekal di tangan kirinya, kemudian dia
meletakkan mahkota di atas kepalanya.

Pada kedua ayanh dan ibunya pula yang
muslim diberi perhiasan yang tidak

dapat ditukar dengan dunia walau

berlipat ganda, sehingga keduanya
bertanya : "Dari manakah kami
memperolehi ini semua, pada hal amal
kami tidak sampai ini?"

Lalu dijawab : "Kamu diberi ini semua
kerana anak kamu telah mempelajari Al-
Qur'an."

 
;