Selasa, 01 Juli 2008

Hidup Penuh Syukur

Dijelaskan dalam Al Qur’an di surat Ibraahim (14) ayat 7, Allah Ta’aala berfirman, “Wa idz ta-adzdzana rabbukum la in sya-kartum la aziidannakum wa la in kafar-tum inna ‘adzaabii la syadiid.” Diterjemahkan sebagai: Dan (ingatlah) takkala Tuhanmu memberitahukan, “Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sungguh azab-Ku sangat keras”.
Bila mengacu kepada ayat tersebut di atas, maka mensyukuri suatu nikmat yang Allah titipkan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya adalah merupakan termasuk dari bagian keimanan seorang hamba terhadap Penciptanya. Karena dengan mensyukuri suatu nikmat, berarti hamba Allah tersebut telah mengumpulkan pahala dari rasa syukur yang ia persembahkan kepada-Nya atas segala macam kenikmatan yang dihadirkan Allah Rabbul’aalamiin dalam diri dan juga dikehidupannya.
Jadi sewaktu seorang hamba memperbanyak rasa syukur kepada Allah Ta’aala atas apa-apa yang telah diterimanya, maka semakin bertambahlah nikmat, pahala dan kebaikan yang Allah titipkan bahkan berikan kepadanya. Dan bila rasa syukur itu berupa kebaikan yang diterima dari-Nya, maka semakin berlipat pula Allah tambahkan kebaikan atas dirinya. Namun kalau yang disyukuri itu adalah suatu ujian dari Allah kepada dirinya, maka yang Allah akan berikan terhadap hamba yang bersyukur itu tiada lain pahala sabar dan kekuatan untuk menjalani ujian tersebut, serta akan diberikan jalan keluar dan kemudahan dari ujian yang sedang dijalaninya. Karena sesungguhnya Allah Rabbul’aalamiin tidak menghendaki hamba-hambanya mendapatkan kesulitan melainkan kebahagiaan dan keselamatan, serta menjadikannya seorang hamba yang bersih lahir batin sehingga akan mendapatkan kenikmatan yang lebih sempurna. Hal ini seperti yang difirmankan-Nya dalam Al Qur’an di surat Al Maa-idah (5) ayat 6, “Maa yuriidullaahu li yaj’ala ‘alaikum min harajiw walaa-kiy yuriidu li yuthahhirakum wa li yutim-ma ni’matahuu ‘alaikum la’allakum tasy-kuruun.” Atau dapat diterjemahkan sebagai: Allah tidak menghendaki untuk menyulitkan kamu, akan tetapi Allah menghendaki membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kamu supaya kamu bersyukur.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan Radhiyallaahu ‘Anhu : ‘Ajaban liamril mu’mini inna amrahu kullahu khairun walaisa dzaalika liahadin illaa lil mu’mini, in adhaabathu sarraa u syakara fakaana khairan lahu, wa in a shaabathu dharraa’u shabaro fakaana khairan lahu.” Diartikan: Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin sebab segala keadaanya untuk ia sangat baik dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin, jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya dan bila ia menderita kesusahan ia bersabar, maka sabar itu lebih baik baginya.
Seorang manusia yang banyak bersyukur kepada Allah atas apa-apa yang telah diterimanya, maka hal itu akan menghindarkan dirinya dari kufur nikmat. Seorang dikatakan kufur nikmat apabila orang itu berada dalam suatu keadaan, dimana dengan berbagai macam nikmat yang telah diterimanya itu haruslah disyukuri, tetapi ia tidak mensyukurinya bahkan timbul sikap sombong, angkuh dan kikir (bakhil). Dan karena sikap serta perilaku tersebut, akhirnya manusia itu berani melanggar batasan-batasan agama yang telah tentukan dan mengakibatkan kehancuran bagi dirinya dikarenakan adzab yang ditimpakan oleh-Nya.
Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salaam adalah termasuk seorang hamba yang banyak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya, seperti yang difirmankan Allah Ta’aala dalam Al Qur’an di surat An Naml (27) ayat 40, “hadzaa min fadhli rabbii li yabluwanii a asykuru am akfuru wa man syakara fa innamaa yasykuru li nafsihii wa man kafara fa inna rabbii ghaniyyun kariim”. Atau diterjemahkan: “Ini adalah karunia dari Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau ingkar (nikmat). Dan barang siapa yang bersyukur maka kesyukuran itu hanyalah bagi dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Unzhuruu ilaa man huwa asfala minkum wa laa tanzhuruu ilaa man huwa fauqakum fahuwa ajdaru allaa tazdaruu ni’mataulaahi alaykum.” Diartikan: Perhatikanlah keadaan orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah kamu memperhatikan keadaan orang yang lebih tinggi dari kamu, yang demikian itu agar kamu tidak menganggap kecil nikmat Allah yang diberikan kepadamu.
Amirulmukminin Sayiddina Umar bin Al-Khatab Radhiyallaahu ‘Anhu menyatakan ciri-ciri orang yang beriman ialah bersyukur ketika mendapat nikmat, sabar ketika ditimpa bencana dan ridha terhadap ketentuan Allah.***
 
;